Tangkuban Parahu dalam Ingatan
>> Tuesday, August 19, 2008
Menyambung tulisan sebelumnya, yaitu ’Semusim Bersama, Seabad Terasa
(Bingkisan dari Indonesia)’, di sini saya akan menceritakan perjalanan kami ke Taman Wisata Alam Gunung Tangkuban Parahu, Bandung-Jawa Barat
Hari terakhir di Bandung, tepatnya sebelum kembali ke Jakarta. Saya, Mia, Yumroni, Amika, teman-teman KAMMDA Bandung, dan ttentunya teman-teman GAMIS berekreasi ke Taman Wisata Alam, Gunung Tangkuban Parahu. Kami berjalan kaki untuk menuju puncak/kawahnya. Diiringi dengan senda gurau, kami menapaki jalan yang cukup panjang.
Mungkin sudah menjadi pemandangna umum, bahwa ikhwan berjalan lebih cepat daripada akhwat. Begitu pula yang terjadi saat itu. Kami cukup jauh tertinggal dari ikhwannya. Kalau mereka berjalan tanpa henti, lain halnya dengan kami. Kami sesekali berhenti untuk minum atau sekadar beristirahat.
Aku dan Munawirah berjalan di depan. Sedangkan Mia, Fitrah, dan Hafizah berada beberapa meter di belakang kami. Rasa lelah tentu saja menyerang kami. Namun, indahnya panorama di atas telah menawan hati kami, membuat kami tetap semangat berjalan.
Alhamdulillah, akhirnya setelah cukup lama berjalan kami sampai juga di Taman Wisata Gunung Tangkuban Parahu. Di sana kami menikmati keindahan ciptaan Allah SWT. Menikmati keindahan dan kesejukan panorama Bandung. Moment itu tak kami sia-siakan. Kami pun mengabadikannya. Sayang saat itu akhwat KAMMDA Bandung tidak ada yang ikut L, dikarenakan kendaraannya tidak muat. Hanya ikhwan-ikhwan KAMMDA Bandung saja yang ikut.
Sesampainya di atas, seorang ikhwan berpesan kepadaku, agar mengajak teman-teman akhwat untuk minum bandrek untuk menghangatkan badan. Hal itu langsung saya sampaikan kepada teman-teman. Namun, keindahan alam mengalahkan pamor minuman bandrek. Kami lebih memilih untuk meneruskan perjalanan dan sesekali berhenti untuk mengabadikan moment tersebut.
Kami berjalan melalui bebatuan atau karang sampai pada pusat Taman Wisata tersebut. Di sana kami melihat kuda, penjual cendera mata, penjual bakso, penjual siomay, dan tentu saja penjual bandrek. Salah seorang dari kami (saya lupa tepatnya siapa) sempat terpikir untuk naik kuda. Namun, hal itu tidak jadi dilaksanakan.
Kami terus berjalan sampai menaiki tangga. Sesampainya di tangga teratas, kami dapat semakin jelas melihat keindahan ciptaan sang Khalik. Lagi-lagi, kami mengabadikan moment itu.
Seperti yang saya sampaikan pada tulisan sebelumnya, ada salah satu ahli (kader) GAMIS yang sangat menyukai anak kecil. Ya, dialah Munawirah. Sama halnya dengan tempat-tempat sebelumnya yang kami kunjungi, di sinipun Munawirah minta difoto bersama seorang anak laki-laki (kira-kira berusia 6 bulan).
Awalnya, orang tua si anak tidak mengizinkan. Mungkin takut anaknya kenapa-kenapa atau waspada terhadap orang asing. Namun, setelah kami bujuk akhirnya orang tuanya mengizinkan. Jadilah Munawirah aksi bersama si anak.
Cukup lama kami berada di atas. Ketika masuk waktu ashar, kami pun turun ke mushola yang menjadi fasilitas tempat rekreasi tersebut. Sebagian dari kami menunggu di lobi, sambil menikmati bakso, siomay, dan bandrek.
Kami merasa lebih bebas karena tidak ada ikhwan. Ya, memang sesampainya di pusat Taman Wisata, kami berpisah dengan ikhwannya. Menikmati pemandangan masing-masing.
Mentari hampir saja tenggelam, ketika Akh Yumroni mengingatkan kami untuk menyudahi keasikan yang kami rasakan. Benar saja, ketika menuju kendaraan, ternyata ikhwannya sudah berkumpul semua, tinggal menunggu kami.
Kami pun langsung bergegas naik. Dan kendaraan pun perlahan tapi pasti meninggalkan Taman Wisata Gunung Tangkuban Parahu. Meninggalkan kenangan yang terukir indah dalam hati. Selalu dalam ingatan.
Bogor, 17 Agustus 2008
0 comments:
Post a Comment
Silakan masukkan komentar Anda. Jangan melakukan spam, gunakan bahasa yang sopan. Admin akan memeriksa komentar yang masuk. Terima kasih. :-)