Potret dari Surabaya
>> Friday, August 15, 2008
05 Agustus— Dia bernama Nurlailis Handayani, lebih akrab disapa Lailis. Dia adalah utusan dari KAMMDA Surabaya. Seorang diri dia berangkat dari KAMMDA Surabaya. Berbekal semangat dan tekad untuk mengikuti Sarasehan.
Secara face to face, saya memang baru mengenalnya di kegiatan Sarasehan. Namun, beberapa hari sebelum itu, saya sudah melakukan kontak via sms dengannya. Dari sms-nya saya yakin bahwa Lailis adalah sosok yang baik, supel, dan pandai. Sesuai dugaan saya, memang begitulah dia.
Saya melakukan kontak, karena dia berasal dari KAMMDA Surabaya. Kota yang tak jauh dari tempat kelahiran saya. Entah kenapa, setiap bertemu dengan orang Surabaya, Lamongan, Mojokerto, Malang, Tulung Agung, saya merasa sudah mengenal mereka. Mungkin karena mereka berdekatan dengan kota kelahiran saya.
Hal yang sama pun saya rasakan terhadap Lailis. Memang pada saat kegiatan berlangsung, kami tidak banyak bicara. Karena kami memiliki kesibukan masing-masing. Saya dengan amanah sebagai panitia. Sedangkan dia dengan amanahnya sebagai peserta.
Tiga hari kami berada di tempat yang sama. Tak jarang kami berpapasan, saling melemparkan senyum atau berbicara sejenak.
Akhirnya kegiatan usai, Ahad pagi kami pun bersiap-siap untuk check out. Namun, saya tidak sempat berpamitan dengannya saat itu, karena saya harus naik mobil pengurus KAMMJA untuk menyimpan semua barang-barang di KAMMJA. Karena terburu-buru, banyak yang tertinggal. Bahkan esia saya pun ikut tertinggal.
Perasaan sedih ketika itu menyelimuti saya. Sedih karena tak bisa pamit dengan Lailis, akhwat tangguh are Suroboyo. Namun, hal itu tidak berlangsung lama. Karena saya dan Lila, teman saya, harus bersiap-siap untuk menghadiri undangan walimah salah seorang pengurus Komsat.
Sepulangnya dari walimatul ‘Ursy, betapa senangnya saya. Karena Lailis belum pulang. Dia masih berada di Tangerang, di rumah kakaknya. Harapan untuk bertemu pun hadir kembali.
Alhamdulillah, saya bisa bertemu lagi dengannya. Bisa mengabadikan moment itu. Ketika menemaninya di Stasiun Gambir, menunggu kereta bisnis Gumarang. Awalnya, saya berpikir dia ditemani kakaknya. Namun, ternyata dugaan saya salah. Lailis mengantri seorang diri di depan loket. Saya menuju Gambir dengan menggunakan motor, dibonceng oleh Nita (akhwat Bengkulu yang belum pulang).
Lailis mengantri tiket kereta dari jam 15:00. Dan harus menunggu kedatangan kereta pukul 1800. Saya dan Nita memutuskan untuk menemaninya sampai kereta datang. Pada saat menunggu, banyak hal yang kami obrolkan. Semua seputar KAMMI Surabaya atau Gresik.
Saya senang sekali karena berkesempatan mengenal Lailis. Seorang akhwat dengan pribadi yang menyenangkan. Semoga ini bukan pertemuan terakhir. Saya berharap ketika pulang ke Gresik, dapat menemuinya lagi.
***
Bogor, 09 Agustus 2008
Nb: Untuk Lailis, jangan lupakan Afi ya :)
3 comments:
memang demikianlah adanya lailis, akhowat tangguh dengan seabrek terpaan hidup tapi amanahnya tetap terjaga karena senyumnya yang senantiasa jadi hiasan bibirnya seolah jadi simbol spiritnya. kadangkala saya iba melihatnya tapi saya kuatir rasa iba saya adalah ejekan baginya.lailis, digarap yo nduk kajian di lokalisasinya, hatta tanpa banyak orang so kuatkan azzam, ganbatte!!!
to afi: salam kenal, it's very nice blog. jadi terinspirasi ma blog anti nih
:) Salam kenal juga ya. Alhamdulillah, ana tunggu blognya ya. Ya, ana sepakat. Walaupun baru ketemu sekali dengan Lailis, hamasah itu sudah terasa. :)
BAHAYA HIZBIYYAH
Tidak ada satupun yang lebih berbahaya bagi da'wah Islamiyah dewasa ini ketimbang Fanatisme Hizbiyyah (Fanatik Golongan). Ia merupakan penyakit berbahaya yang bakal mencerai beraikan ukhuwah Islamiyah. Ia pasti akan memutuskan ikatan-ikatan kuat tali ukhuwah, dan akhirnya akan mengotori kesuciannya.
Post a Comment
Silakan masukkan komentar Anda. Jangan melakukan spam, gunakan bahasa yang sopan. Admin akan memeriksa komentar yang masuk. Terima kasih. :-)